HARI PERTAMA MENUJU DUA, DI LANGIT SINGAPURA (Sebuah Bunga Rampai)
HARI PERTAMA MENUJU DUA,
DI LANGIT SINGAPURA
(Sebuah Bunga Rampai)
Oleh : Nurudin
Minggu tiga Maret duaribu
Sembilanbelas Swiss-Bell Hotel Airport
Tanggerang, saksi bisu perjalanan seorang pengawas sekolah yang merasa belum
berbuat apa-apa bagi diri sendiri apalagi bagi dunia pendidikan yang sudah
digeluti selama 28 tahun. Bagiku dunia ini menertawai mengapa seorang anak desa
bisa dikirim keluar negeri (Singapura),
sebuah negara pulau di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya, 137 kilometer
(85 mil) di utara khatulistiwa di Asia Tenggara,
Berkumpul dengan
teman-teman dengan tujuan yang sama Singapura, Negara pusat keuangan terdepan
ketiga di dunia, sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting
dalam perdagangan dan keuangan internasional, menambah tebal tekad dan nyaliku,
kita semangat terlihat dari gundukan koper dan tentengan yang menggunung. 11.30
WIB bus jemputan hotel Swiss-Bell Hotel Airf Fort sudah di depan, saya belum
terlalu akrab dengan teman-temanku tapi terlihat rona bahagia (senyum Bang
Rusli) akan melihat langit Singapura, negara pusat keuangan terdepan ketiga di
dunia. Sebuah optimisme dari diri bahwa
bangga terpilih menjadi delegasi Negara Indonesia, entah apa kriteria yang digunakan,
apapun itu terima kasih kepada Kemdikbud melalui LPPKS Indonesia telah masuk
delegasi ini. Jarak hotel ke Bandara Soekarno-Hatta (sebuah bandara kebanggaan
bangsa Indonesia) tidak lebih dari 20 menit sudah sampai, 11.50 WIB kita
turun ke bandara secara bergerombol
terlihat dari uniform kaos merah bertuliskan SESI Singapura di dada sebelah
kiri. Dapat dimaklumi mereka bergerombol karena takut ketinggalan, sebab
beberapa peserta delegasi baru mengikuti pendidikan ke luar negeri, begitupun
saat cek in maupun cek imigrasi.
Kejadian menarik saat X Ray sebelum cek imigrasi kami bertiga beriringan, saya,
pak Nurdin Tabang, dan pak Jupri (orang terganteng di tim singapura karena
kacamata hitam yang dipakai mahal), air mineral saya yang masih ¾ isinya
tertahan dan disuruh menghabiskannya, dengan sangat terpaksa saya habiskan
sayang kan kalau dibuang. Lebih parah lagi si ganteng kebingungan tas pinggang
kecilnya digeledah, sebagian isinya tidak diperbolehkan dibawa ke pesawat
diantaranya diodoran, minyak rambut, hand body, kasihan sekali. Cukup lama juga kami rombongan di ruang
tunggu, kesempatan itu digunakan untuk sholat dan berbincang-bincang, tak lupa
kami memakan bekal dus KFC yang tidak kena cekal, dengan konsekwensi tidak
pakai minum tahu kan sebabnya !?
Bismillah.. ucapan
spontan diri tatkala pesawat Garuda 13.55 take off menuju langit Singapura, sebagai
negara paling terglobalisasi di dunia juga dua negara yang memiliki sistem
pendidikan terbaik di dunia bersama negara Finlandia. Garuda dengan gagah
mengangkasa selama sekira 1 jam 20 menit. Alhamdulillah roda pesawat garuda
kebanggaan Indonesia menginjakkan tanah Singapura tepat pukul 16.05 waktu
singapura, dimana ada perbedaan waktu satu jam lebih lama dari Jakarta. Untuk pertama kali seumur hidupku baru kali
ini menginjakkan kaki di tanah singapura, ada rasa kagum begitu memasuki
bandara Changi bukan hanya bandaranya yang megah juga kenyamanan bandara yang
membuat betah lama-lama. Sekali lagi kami selalu berkelompok untuk menuju
pemeriksaan imigrasi, terlihat begitu sepi suasana bandara entah karena
orang-orang yang berkunjung sedikit atau memang atau memang situasi bandara
yang megah. Rombongan dengan tertib mengantri untuk cek imigrasi
Tibalah seorang Nurudin
seorang pengawas SMP Dinas Pendidikan Kota Cimahi dengan yakin memberikan
dokumen imigrasi/pasfor dan lain-lain ke petugas di imigrasi. Sidik jaripun diletakkan
di tempat yang disediakan gate imigrasi, sejurus kemudian petugas imigrasi
membawa buku pasfor saya sambil mengajakku untuk ke office. Dengan lesu saya
bertanya-tanya ada kesalahan apa, soalnya tadi waktu turun escalator sempat
mengambil view yang menurutku indah dengan kamera ponselku yang kusembunyikan,
apakah ini penyebabnya karena informasi yang saya dapat tidak boleh memfoto
sembarangan di Negara Singapura akan dapat sangsi, sekira sepuluh menit lamanya
kami duduk di depan tiga orang di office bersama seorang perempuan yang bisa
ditebak itu dari negri cina yang bernasib sama. Ternyata hanya ditanya sedikit
tentang nama dan pekerjaanku serta konfirmasi baru pertama ke Singapura, mereka
menyangka diriku salah satu jaringan atau mungkin termasuk keturunan teroris
terkenal yang diburu Negara manapun, tidak salah Nurdin Top namanya,,,,tega
banget mereka terlalu tendensius, setelah itu diberikanlah saya izin masuk
seperti teman-temanku seperjuangan dengan diberikannya pasfor saya. Mulailah
saya selfi-selfi mengabadikan momen penting di bandara Changi, karena sudah
diperbolehkan mengambil gambar sekitar bandara.
Seperti biasa rombongan
kami menunggu jemputan menuju ke hotel tempat kami menginap selama 21 hari,
saya masih semangat untuk menunggu dan menunggu sampai saya bisa merebahkan ke
tempat yang semestinya. Yang ditunggupun hadir sebuah bus cukup bagus terparkir
untuk mengangkut akomodasi rombongan yang sudah tidak sabar lagi untuk sampai,
kami bernyanyi nyanyi di dalam bus. Ada yang belum terucap di tulisan ini yaitu
sejauh mata memandang dan sejauh perjalanan di Singapura banyak penomena
menarik diantaranya; begitu bersihnya tempat dan jalanan, masih sedikitnya transfortasi
roda dua, insfrastruktur jalan yang begitu mulus, penghijauan yang sepertinya
punya slot sendiri dalam pengelolan kota, perumahan yang sebagian besar berupa
kondominium dan lain-lain yang kontras dengan Negara saya.
Empat puluh lima menit
berlalu, sampailah pada satu penginapan
yang menurut saya cukup refresentatif karena berbentuk hotel, nama hotel
tersebut Nanyang Executive Centre hotel di tengah-tengah kampus Nanyang
Technological University (NTU). Teman satu kamarku kebetulan sudah disetting
sesuai di hotel swiss-bell hotel, sejauh yang saya kenal Mr, Ayatolah Hidayat
pengawas SD di Gowa sering bergumul dengan laptop, entah apa yang pak Ayat
ketik, laporan kah, surat romantic kah, programkah, entah...lah. Malam ini pun
dia sudah aktif dengan laptopnya, sementara saya selonjoran saja sambil
menunggu mengantuk, hampir saja saya sholat subuh pukul 04.40 waktu singapura
karena masih terbawa jadwal sholat Tanggerang, padahal subuh di singapura
05.50.
Selepas mandi, bersama
teman-teman kami menuju Club House sebuah tempat untuk makan di pagi hari,
ternyata menu disini tidak familier dengan lidah saya, sehingga hanya kopi dan
omlet plus telor mata sapi sebagai breakfast di hari pertama di langit singapura. Disiplin waktu
betul-betul sebuah kultur yang dijalankan di sini, terbukti bus jemputan kampus
tepat pukul 09.20 sesuai jadwal yang saya terima. Sepuluh menit berlalu hingga
sampai di kampus kami belajar pukul 09.30, luar biasa Mdm Lee Lai Yong (pengajar) sudah menyambut kita untuk memulai
belajar dengan bahasan Welcome to the Heart of Teacher Education, jangan
berharap ada penyambutan seperti di Indonesia kita langsung tancap gas belajar
dengan komunikasi semua memakai bahasa inggris. 90 menit berlalu untuk satu
sesi, kami diberikan waktu untuk coffee break......to be continued
Komentar
Posting Komentar